Jumat, 26 Juli 2013

Semangat

"Coffee is Always a Good Idea"

Ketertarikan pada kopi berkembang ketika teman kuliah mengajak saya untuk minum kopi ke salah satu cabang coffee shop asal amerika yang sudah mendunia di Surabaya. Terjadi sekitar tahun 2005. Walaupun demikian, saya belum menemukan keajaiban dari kopi sampai saya pada sebuah perjalanan liburan dan menemukan sebuah kedai kopi di kota Jogjakarta. Perjalanan saya ke Jogjakarta inilah yang merupakan benih yang berkembang menjadi Warung Kopi yang sekarang.

Tahun 2005, Surabaya. Saya ingat sekali bagaimana seorang yang disebut barista di sebuah coffee shop asal amerika  menyapa saya di belakang meja kasir, menanyakan pesanan juga menanyakan nama saya. Hampir setiap pengunjung yang datang ke coffee shop itu ditanyakan seperti itu. Kemudian di hari berikutnya saya berkunjung dengan barista yang sama sudah menyapa dengan memanggil nama saya dengan ramah dan mengetahui apa yang sudah saya pesan, begitu pula dengan teman saya. hanya sesekali saya tidak ingin seperti biasa, saya ingin mencicipi minuman kopi yang lain. Saya merasa sangat tersanjung, setelah aroma segar dan cita rasa kopi yang kuat itu mengalirkan kafein pada tubuh, saya mengucapkan terima kasih kepada barista.

Tahun 2010, setelah lulus kuliah dan bekerja di perusahaan kontraktor swasta, saya melamar wanita idaman saya sejak masa sekolah menengah atas, dia kuliah jurusan kedokteran di Jogjakarta. Dikota Jogjakarta lah minuman kopi benar-benar membuat saya tertarik. Saat libur Kerja, saya sempatkan ke Jogjakarta untuk menemui calon istri yang sekarang sudah menjadi istri saya, sering kami menghabiskan waktu luang mencari kedai - kedai hanya untuk meminum secangkir kopi. Tampaknya hampir di setiap daerah yang saya lewati di Jogjakarta mempunyai sebuah kedai kopi, apalagi kedai-kedai kopi tradisionalnya. Saya pernah merasakan kopi tradisional masyarakat jogja, kopi hitam yang masih panas, kemudian dimasukkan arang yang masih merah ke dalam gelas kopi tadi. Seperti memasukkan es batu bila kita memesan es kopi, tapi yang ini mengeluarkan suara "josssss" suara matinya panas arang yang dimasukkan ke dalam sebuah air berwarna hitam. Kopi ini dinamakan masyarakat Jogjakarta "Kopi Joss".

Jogjakarta, kota ini memang ngangenin, masyarakat yang ramah, ketenangannya dan suasana nya selalu membuat saya dan istri ingin kembali lagi ke kota itu.

Banyaknya kedai kopi di Jogjakarta, membuat saya penasaran. pemandangannya pun selalu serupa, maksudnya begini, dalam setiap kedai kopi saya merasakan bahwa dengan secangkir kopi hidup terasa lebih tenang, semua yang ada di dalam kedai kopi seperti teman. Sampailah saya pada satu kedai kopi yang mempunyai mesin pembuat espresso yang menyerupai tapi tidak sama dengan coffee shop asal amerika yang sering saya kunjungi, yang ini memiliki citra indonesia dengan memiliki pelayan yang mengantarkan minuman dan mengedepankan kopi lokal Indonesia. Kopi dari sabang sampai merauke kepulauan Indonesia.

Racikan antara keterampilan membuat kopi dan keterampilan berkomuniasi, di ikuti dengan aroma kopi yang harum dan cita rasa yang memmbangkitkan semangat yang muncul dari kopi segar, telah menyentuh sesuatu dalam emosi saya.  Pikiran saya terpacu, Jiwa berdagang saya bergelora lagi seolah-olah saya dapat melihat masa depan saya setelah menikah nanti.

Pulang dari kedai tersebut, hasrat saya berdagang dan memiliki usaha sendiri kembali bersemangat. Di Surabaya, hasrat tersebut saya ceritakan kepada orang tua, namun mereka tidak merasakan semangat berwirausaha saya setelah menikah nanti. Sangat Wajar Orang tua selalu ingin yang terbaik bagi anaknya, pekerjaan yang saya jalani waktu itu memang sudah nyaman.

Cekcok dengan orangtua hampir pasti berlangsung setiap hari bila membahas masalah pekerjaan. Apalagi mendekat hari pernikahan. Sampai saya sadar setelah membaca buku best seller saat itu tentang otak kanan. Didalam buku itu mengatakan, restu orang tua memang penting, tapi saya tidak harus menurut kata orang tua dan mengorbankan impian saya untuk berwirausaha. cuma cara saya yang salah menghadapi masalah seperti itu.

Memang benar kata orang, tanpa restu Orang Tua semua akan berjalan macet, terbukti saya berapa kali mencoba usaha sendiri dari kuliah selalu ada hambatan. Berjualan pulsa, sampai usaha clothing yang lagi ramai pada jaman saya kuliah, dan itu semua saya bilang tidak berhasil.

Perubahan itu memang harus dari diri sendiri. Saya mulai merubah sikap dan sudut pandang saya, menjelaskan kepada orang tua saya ingin seperti apa dengan cara baik-baik tentang masa depan saya setelah menikah nanti. Tentunya hanya saya sendiri yang paham bagaimana cara itu ke orang tua saya. Alhamdulillah lamban laun orang tua mulai mengerti dan merestui walaupun agak berat. Yang paling penting untuk saya adalah restu orang tua, saya yakin jalan untuk mewujudkan mimpi saya melebar.

ini salah satu pesan orang tua saya:

"Anakku, perjuanganmu ditentukan oleh hari-hari mudamu,
sedangkan keberhasilan perjuanganmu ditentukan oleh ketakwaanmu kepada Allah SWT 
- Papah - "

* * *

Kenapa di Banjarmasin? 

Hanya karena kebiasaan saya, kebiasaan menikmati kopi, santai ngobrol bersama teman - teman pada malam hari di Surabaya selalu terbawa bila saya harus pulang kampung ke banjarmasin. Tapi apa yang saya dapat saat itu, mulai pukul 9 malam banjarmasin akan mulai sudah sepi, tempat nongkrong, toko - toko akan mulai tutup, kecuali tempat - tempat "hiburan". Saya selalu bingung harus bagaimana, yang dapat saya lakukan hanya tidur. Sampai tahun 2011, mencari tempat ngopi dengan cita rasa kopi sebenarnya di Banjarmasin adalah hal yang belum pernah saya temui.

Hal itu lah yang menjadi jawaban kenapa saya ingin membukanya di Banjarmasin, cita - cita saya warung kopi akan menyajikan kopi dan produk yang terkait paling unggul, mengubah cara orang menikmati kopi, akan memiliki tingkat mutu, performa dan value tertentu yang akan dibalas dengan rasa hormat dan kesetiaan yang sepadan oleh para pelanggan.

Untuk mencari rasa dan porsi, saya harus membeli mesin espresso rumahan dibawah harga satu juta rupiah. Mesin ini lah yang saya sulap menjadi mesin komersil pertama warung kopi. Saya mengundang kerabat dan teman-teman terdekat untuk mencicipi gratis hasil olahan saya, yang saya pelajari hanya melalui media elektronik YouTube.

Setelah semua berkomentar dan produk yang dijual pun jelas, berdirilah gerai Warung Kopi pertama dengan Logo huruf W ber garis bawah pertama kali di Jalan Brigjen hasan basri No 2 Kayu Tangi banjarmasin pada tanggal 15 September 2011, gerai ini memiliki luas hanya sekitar 70 meter persegi. Jangan dibayangkan awal berdiri Warung kopi di banjarmasin seperti sekarang, mesin dan peralatan sederhana. meja serta kursi yang sederhana. Di saat awal, karena keterbatasan dana, dalam hal pengecatan dan penataan ruangan saya lakukan bersama kerabat dekat saya. Kami juga menjadi Barista pertama di gerai pertama warung kopi, meyeduh kopi, menyemprotkan uap ke dalam susu, dan meramu minuman. kami harus, saya khususnya
untuk menjadi barista selama 12 jam.

Ini adalah petualangan besar saya, produk yang masih jauh dari populer, dengan awal dari nol, hasrat yang tak pernah puas, namun dengan kepala yang selalu tegak. Nama Warung Kopi sengaja saya ambil untuk menggantikan nama coffee shop, sebagai sebuah citra Indonesia dan tentu akan gampang di ingat. Tidak Sedikit setelah mendengar nama warung kopi, mengingatkan mereka pada raja lawak era tahun 80-an, apa anda juga begitu?, namun itu tidak ada hubungannya. Bila dikatakan rumah adalah tempat pertama, dan kampus, kantor atau pabrik adalah tempat kedua bagi seseoang berhubungan dengan orang lain, maka suatu ruang tertutup seperti warung kopi adalah sesuatu yang saya sebut sebagai tempat ketiga. Sebagai lingkungan sosial, tempat orang dapat berhubungan dengan orang lain saling berbagi informasi.

Walaupun hanya sedikit yang kenal tapi cukup adil rasanya kalau akirnya saya mengatakan bahwa warung kopi telah memperkenalkan kopi atau minuman berbasis espresso untuk pertama kalinya di Banjarmasin pada tahun 2011. Selanjutnya warung kopi akan membukakan kepada banyak orang sebuah unsur magis dalam kopi.

Anda sekarang bisa melihat dibalik meja saji sebuah teater yang dilakukan para barista dalam mengolah kopi. Mempersiapkan espresso yang melibatkan sejumlah proses yang detail dan kompleks, mulai dari melakukan penyesuaian pada mesin penggiling biji kopi (grinder) untuk menentukan halus kasar nya kopi, dosing, levelling, tamping untuk mencapai sebuah hasil espresso yang baik, diiringi suara khas yang dikeluarkan mesin giling dan desis mesin uap yang diseprotkan ke dalam susu.




Manisnya Pahit

Saya kelahiran banjarmasin, dan dibesarkan disalah satu kota besar di Indonesia, Surabaya. Saya kembali lagi ke banjarmasin setelah saya keluar dari pekerjaan saya di salah satu kontraktor besar di Indonesia dan menikahi wanita idaman saya.

Saat masa kuliah, sewaktu saya di ajak salah satu teman untuk mencicipi kopi disalah satu Coffee Shop asal amerika yang mendunia itu, saya begitu terkesan bahwa kenyataannya menikmati kopi dapat membuat orang saling berhubungan. Sejak saat itu terbesit di benak saya ingin membuka usaha coffee shop serupa dengan mengedepankan kopi lokal indonesia, bukankah Indonesia kaya dengan hasil kopinya?. Saya yakin ini dapat memperkaya kehidupan banyak orang.

banyak yang tidak mempercayai visi saya, Orang tua saya khususnya. Orang tua saya sebenarnya tidak setuju saya berwiraswasta, mereka ingin saya berangkat pagi dengan pakaian rapi kantoran dan pulang sore seperti karyawan biasanya. Itu saya anggap wajar, orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya.  Entah kenapa saya tidak menjiwai hal seperti itu, sampai akhirnya saya memutuskan keluar dari pekerjaan saya sebagai karyawan di salah satu kontraktor wiraswasta, dan memulai usaha coffee shop yang di bahasa kan dengan citra Indonesia yaitu Warung Kopi di Banjarmasin tahun 2011.

Akhir tahun pertama Warung Kopi menguasai pasar minuman kopi di banjarmasin, sampai akhirnya pesaing – pesaing baru dalam bisnis minuman kopi dari yang dikelola oleh perusahaan multinasional hingga milik sendiri masuk menjamur di Banjarmasin. Saya lengah dalam pengoperasian dan tidak fokus kepada inti usaha saya, karena obsesi terhadap pertumbuhan usaha, penjualan meningkat dan laba tidak ada. Lebih buruk lagi Warung Kopi hampir saja kehilangan sebagian ciri dasar.

Saya memandang itu sebagai sebuah tantangan . Warung Kopi sudah menjadi darah saya, bagian dari jiwa dan raga saya.  Tujuan pencarian saya tidak hanya untuk mencetak uang, saya ingin membangun sebuah perusahaan besar yang tahan lama, mencari keseimbangan antara keuntungan dan sosial.

Blog ini adalah catatan pribadi saya tentang manis dan pahit nya membangun sebuah usaha perseorangan di bidang minuman kopi, dalam blog ini adalah cerita yang sudah terjadi dan tentang cerita yang terjadi kemudian.

* * * *